Pendidikan Aceh

Dibandingkan tahun lalu, persentase kelulusan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat di Aceh dalam Ujian Nasional (UN) tahun ini menurun signifikan.
Tercatat, persentase kelulusan UN tahun ini 97,11 persen, turun hingga 1,39 persen dibandingkan sebelumnya. Bahkan, di salah satu SMA di Kabupaten Simeulue, seluruh siswa peserta ujian dinyatakan tidak lulus. Persentase kelulusan ini jauh di bawah nasional yang mencapai 99,22 persen. Karena hasil buruk ini, Aceh ada di urutan kelima terburuk untuk kelulusan UN SMA/sederajat di Indonesia.
 Di tengah diberlakukannya kebijakan kemudahan mekanisme kelulusan siswa dalam UN pada tahun ajaran ini, hasil buruk itu merupakan pukulan berat bagi dunia pendidikan provinsi berjuluk "Serambi Mekkah" ini. Tahun ini, mekanisme kelulusan siswa sudah tidak sepenuhnya ditentukan dari hasil UN, tetapi juga dari hasil ujian atau nilai dari sekolah bersangkutan. Kedua nilai disatukan untuk kemudian dijadikan penentu kelulusan.
Dari penurunan persentase kelulusan UN SMA/sederajat ini, ada satu realitas besar yang bisa dijadikan sebagai kesimpulan sementara. Kenyataan itu ialah menurunnya kinerja dunia pendidikan Aceh. Kondisi ini bukan hanya terjadi di kalangan siswa, melainkan juga tenaga pendidik dan kependidikan, dan tak terkecuali Dinas Pendidikan di semua tingkat daerah.
Dari sisi siswa, realitas ini mungkin saja karena motivasi belajarnya menurun. Banyak faktor yang kemungkinan jadi penyebab. Misalnya, rendahnya derajat kesehatan sehingga menurunkan daya konsentrasi; efek negatif perkembangan teknologi yang kian merasuki dan mengubah perilaku dan orientasi belajar siswa; dan kekurangan fasilitas dan prasarana/sarana belajar.
Di kalangan guru, selain persoalan kompetensi, persoalan kekurangan fasilitas dan prasarana/sarana pendidikan juga berpeluang besar jadi penyebabnya. Persoalan kesejahteraan juga masih menjadi momok bagi mereka. Setidaknya, ini tercermin dari masih selalunya mereka mengeluhkan terjadinya kekurangan atau keterlambatan pembayaran honor atau gaji mereka.
Begitupun dari lembaga teknis. Laporan Pembangunan Manusia (LPM) Aceh 2010 hasil kerja sama Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Aceh, dan United Development Program (UNDP), memuji inovasi dan kreasi yang dilakukan lembaga teknis untuk memajukan dunia pendidikan Aceh. Namun, hasil UN SMA/sederajat tahun ini menjadi cermin bahwa upaya itu belum cukup.
Merujuk hasil laporan yang sama, bisa dimaklumi jika hasil ujian akhir ini fluktuatif alias menurun. Sebab, laporan ini juga mengonfirmasi bahwa hasil ujian tahun sebelumnya menunjukkan kinerja siswa yang buruk dibandingkan dengan provinsi lain juga merefleksikan mutu pengajaran yang buruk.
Bagi Pemerintah Aceh, hasil UN ini sudah seharusnya menjadi beban sekaligus motivasi meningkatkan kualitas pendidikan di daerahnya. Ini karena dunia pendidikan Aceh sudah dan akan terus berlimpah dana yang berasal dari dana daerah (APBA). Sebab, Undang-Undang Pemerintahan Aceh mewajibkan alokasi anggaran minimal 30 persen dari total anggaran untuk bidang pendidikan. Bahkan, menurut undang-undang ini, dana otonomi khusus yang diberikan juga harus dimanfaatkan salah satunya untuk pembangunan dunia pendidikan.
Hasil buruk UN SMA/sederajat kita harapkan tidak terjadi pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Dasar (SD)/sederajat. Dengan hasil yang lebih baik, selain menjadi penawar hasil buruk sebelumnya, juga akan lebih memudahkan pembenahan dan pembangunan sektor pendidikan pada tingkat SMA/sederajat karena hasil UN ini salah satunya diikhtiarkan sebagai alat pemetaan pendidikan di daerah-daerah.
Pemerintah Aceh harus meningkatkan kesadarannya dalam pembangunan pendidikan di Aceh. Keberlimpahan anggaran tanpa pengelolaan, orientasi dan fokus yang jelas dan berkesinambungan, tak lebih cuma menjadi ajang penghamburan uang rakyat tanpa memberi manfaat bagi rakyat itu sendiri. Sebagai daerah yang menyandang keistimewaan di antaranya bidang pendidikan, ironi seperti ini harus diakhiri.

0 komentar:

Posting Komentar